TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DISKALKULIA
Dosen
Pengampu : B. Erlita T.A, M.Psi
Disusun Oleh :
1.
Elisabeth Vania Melati 131134146
2.
Alfa Mitananda Christi 131134157
3.
Estu Prihanti
Wijayani 131134219
4.
Regina Ari Septiningrum
131134221
Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Sanata Dharma
Yogyakarta
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi nilai salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Mata kuliah ini membahas berbagai jenis dan karakteristik
anak berkebutuhan khusus. Adapun bahasan materi dalam makalah ini kami batasi
pada materi diskalkulia.
Diskalkulia
adalah gangguan berupa kesulitan belajar matematika. Diskalulia ini cukup sulit
untuk diidentifikasi. Selain itu apabila ada seorang anak mengalami kesulitan
belajar matematika tidak serta merta kita dapat mendiagnosis ia memiliki gangguan
diskalkulia begitu saja karena penyebab anak kesulitan belajar matematika cukup
beragam. Maka dari itu penting bagi guru untuk mengenal ketidakmampuan anak
dalam menguasai bidang matematika. Karena masih banyak diskalkulia yang belum
teridentifikasi oleh orangtuanya. Sehingga mereka yang sudah memiliki gangguan
dalam belajar matematika masih ditambah oleh ketidakpedulian lingkungan dan
kurangnya fasilitas yang medukung akan membuat anak semakin terjebak dalam
ketidakmampuannya.
Makalah
ini dibuat untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa sebagai calon guru SD
mengenai diskalkulia. Harapannya adalah guru nantinya dapat mengidentifikasi
dugaan dan segera memberikan pengarahan kepada orang tua serta mengonsultasikan
kepada ahli untuk pendampingan lebih lanjut.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan diskalkulia?
2. Bagaimana
karakteristik anak yang memiliki gangguan diskalkulia?
3. Apa saja penyebab anak mengalami gangguan
diskalkulia?
4. Bagaimana
cara untuk mendampingi anak diskalkulia?
5. Bagaimana
hasil observasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa mengenai anak diskalkulia ?
C. Tujuan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan diskalkulia.
2. Mengetahui
bagaimana karakteristik anak yang memiliki gangguan diskalkulia.
3. Mengetahui
penyebab anak mengalami gangguan diskalkulia.
4. Mengatahui
cara untuk mendampingi anak yang mengalami diskalkulia.
6. Mengetahui
hasil observasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa mengenai anak diskalkulia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diskalkulia
Tidak
ada satu definisi yang spesifik diterima secara luas tentang diskalkulia, namun
beberapa ahli mendefinisikan Diskalkulia sebagai berikut:
Kosc
(1974) mendefinisikan diskalkulia sebagai gangguan struktural kemampuan
matematika yang berawal pada kelainan bawaan pada bagian otak . Menurut Learner
(1988), diskalkulia adalah kesulitan belajar matematika. Diskalkulia adalah
ketidak mampuan belajar spesifik yang mempengaruhi kemampuan anak untuk
memperoleh keterampilan aritmatika.
B.
Karakteristik Anak
Berkesulitan Belajar Matematika (Diskalkulia)
Menurut Lerner (1981 : 357) ada beberapa
karakteristik anak berkebutuhan belajar matematika, yaitu (1) adanya gangguan
dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3) asosiasi
visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami simbol, (6)
gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) Performance IQ jauh lebih rendah
daripada skor Verbal IQ.
1.
Gangguan Hubungan
Keruangan
Konsep
hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah,
depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai anak sebelum masuk SD.
Pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut diperoleh dari
pengalaman dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial atau melalui berbagai
permainan. Namun anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung
terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi.
Adanya kondisi instrinsik yang diduga karena disfungsi otak dan kondisi
ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya
komunikasi dapat mengganggu pemahaman anak tentang konsep hubungan keruangan
sehingga dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara
keseluruhan. Karena gangguan ini, anak tidak mampu merasakan jara antara
angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin tidak tahu bahwa
angka 3 lebih dekat ke angka 4 daripada ke angka 6.
2.
Abnormalitas Persepsi
Visual
Anak
berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat
berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kemampuan melihat
berbagai objek dalam kelompok marupakan dasar untuk mengidentifikasi jumlah
objek dalam suatu kelompok. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual
akan mengalami kesulitan untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang
masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Selain itu, anak juga akan
mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk-bentuk geometri. Adanya
abnormalitas persepsi visual dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar
matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol.
3.
Asosiasi Visual-Motor
Anak
berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda
secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak mungkin baru memegang
benda ketiga namun telah mengucapkan “lima” ataupun sebaliknya. Hal ini memberi
kesan bahwa nak hanya sekedar menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.
4.
Perseverasi
Ada
anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang
relatif lama. Anak mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik,
tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek. Contoh:
4 + 3 = 7
5 + 3 = 8
5 + 2 = 7
5 + 4 = 9
4 + 4 = 9
3 + 4 = 9
Angka
9 diulang beberapa kali tanpa memperhatikan kaitannya dengan soal matematika
yang dihadapi.
5.
Kesulitan Mengenal dan
Memahami Simbol
Anak
sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol
matematika seperti +,-,=,>,< dan sebagainya. Kesulitan seperti ini dapat
disebabkan oleh adanya gangguan memori atau gangguan persepsi visual.
6.
Gangguan Penghayatan
Tubuh
Anak
berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan
penghayatan tubuh. Anak merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari
tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang, mereka akan
menggambar dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan
bagian tubuh pada posisi yang salah, misalnya bagian leher yang dihilangkan,
maka anak dapat menggambarkan tangan di leher.
7.
Kesulitan dalam Bahasa
dan Membaca
Kesulitan
dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika.
Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk
memecahkanya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan
mengalami kesulitan pula dalam memecahkannya.
8.
Performance
IQ Jauh Lebih Rendah daripada Skor Verbal IQ
Hasil
tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Wechsler
Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan
belajar matematika memiliki skor PIQ (Performance
Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Rendahnya
skor PIQ pada anak berkesulitan belajar matematika tampaknya terkait dengan
kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan persepsi visual, dan adanya
gangguan asosiasi visual-motor.
C.
Penyebab Diskalkulia
Diskalkulia
adalah masalah yang memberi dampak pada operasi penghitungan dalam matematika.
Apabila anak – anak menghadapi masalah dalam matematika pada tingkat yang
serius, ia dapat dikatakan menghadapi masalah diskalkulia. Diskalkulia
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor adalah mengkonsumsi alkohol
selama masa kehamilan. Kemudian faktor lingkungan, yaitu kelemahan dalam
memahami konsep matematika yang tidak didukung oleh lingkungannya. Kemudian kelemahan dalam proses pengamatan, yaitu anak
– anak tidak dapat mengamati nomor dan matematika secara keseluruhan. Mereka
sering mengalami masalah dalam mengenal nomor dan sering menukar – nukar urutan
nomor. Masalah yang lain adalah dalam aspek penyusunan. Anak – anak yang
menghadapi masalah dalam menyusun informasi mengalami masalah dalam mengingat
fakta dan rumus untuk menyelesaikan perhitungan matematika. Faktor kegagalan
dalam memahami konsep motorik dasar
D.
Pendampingan Anak Diskalkulia
Anak –
anak yang mengalami diskalkulia harus didorong untuk menggambarkan masalah
matematika dengan cara membuat gambar yang dapat membantu mereka dalam memahami
masalah tersebut. mereka juga harus dilatih untuk membaca masalah matematika
dengan giat dan mendengar penjelasan dengan saksama untuk melatih kemampuan mendengar
mereka. Setiap masalah matematika juga sebaiknya dikaitkan dengan situasi
kehidupan sehari – hari. Anak – anak penderita diskalkulia harus diberi waktu
tambahan untuk mengingat fakta dan rumus matematika. Salah satu caranya adalah
dengan metode penghafalan yang dibantu dengan irama musik. Mereka juga
membutuhkan perhatian secara personal, termasuk saat menjalani ujian. Guru
harus menangani anak – anak ini dengan penuh kesabaran dan memastikan bahwa
anak ini tidak gugup.
Penanganan
Dibawah
ini adalah beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendampingi anak
diskalkulia, antara lain :
1.
Melatih anak secara bertahap untuk memahami dan menguasai simbol angka
dan simbol operasi perhitungan matematika.
2. Membantu anak memahami soal cerita pada konsep
matematika dengan cara menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam soal
secara visual.
3. Melatih anak untuk mengerti dan menguasai
konsep nilai pada uang. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih berbelanja
sendiri mulai dari sejumlah barang yang sedikit sampai dengan yang cukup
banyak.
4. Anak dilatih untuk melakukan ordering
(mengurutkan) dan seriasi pada suatu obyek. Misalnya mengurutkan bilangan dari
yang terkecil sampai terbesar.
5. Melatih korespondensi pada anak. Korespondensi
adalah keterampilan memahami jumlah satu set obyek pada suatu tempat adalah
sama banyaknya dengan satu set obyek pada tempat lain tanpa menghiraukan
karakteristik obyek tersebut. Misalnya, menghubungkan gambar 5 buah mangga
dengan lambang bilangan 5.
6. Matematika dapat digunakan dalam aplikasi
kegiatan sahari-hari. Misalnya, anak diajak untuk menghitung jumlah kursi yang
ada di meja makan, menghitung jumlah pensil yang ada di kotak pensil, dan lain
sebagainya.
7. Memberikan pujian ketika anak sudah
menunjukkan kemajuan dalam memahami konsep matematika, namun jangan terlalu
menekan anak untuk pandai berhitung.
8. Memperbanyak contoh-contoh konkret dalam
memberikan pemahaman pada konsep yang abstrak, misalnya dengan menghadirkan
alat peraga yang mempermudah anak untuk mulai mempelajarinya. Sebab dengan
adanya bantuan alat peraga (benda konkret), berfungsi untuk membantu anak dalam
pemahamannya akan konsep abstrak yang belum bisa dikuasai. Tentu hal ini
merupakan strategi untuk melatih visualisasi anak yang perlu mendapat
perhatian.
E. Hasil
Observasi
Kami
melaksanakan observasi dan wawancara di Sekolah Luar Biasa “Y” Unit II,
Pringwulung. SLB ini dikhususkan untuk
siswa usia sekolah dasar hingga usia sekolah menengah pertama. Setelah meminta
izin kepada pihak sekolah dan menyesuaikan jadwal maka kamipun melaksanakan
observasi pada hari Senin 2 Maret 2015 pukul 07.00 WIB - 10.00 WIB.
Siswa yang kami observasi adalah siswa
kelompok kelas C yaitu kelompok tuna grahita yang terdiri dari tuna grahita
ringan, sedang dan berat. Kelas tersebut dibagi menjadi tiga kelompok dengan
masing-masing guru pembimbing. Adapun kelompok yang kami observasi terdiri dari
tiga orang siswa perempuan berinisial “S”, ”O”, “P” dan seorang siswa laki-laki
berinisial “M” dengan usia rata-rata 11-12 tahun.
Pada
hari tersebut guru memberikan mata pelajaran matematika berupa penjumlahan
puluhan dan kami mengamati selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan
observasi kami selama pebelajaran, mereka dapat mengikuti dan dapat mengerjakan
soal matematika yang diberikan oleh guru. Namun mereka membutuhan waktu yang
cukup lama untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru. Berdasarkan observasi
dan wawancara dengan guru “X” , “S” adalah siswa yang paling cepat
menyelesaikan soal dan dapat menjawab semua dengan benar meskipun menurut guru kelasnya ia memiliki
gangguan sulit berbicara dan mengontrol motoriknya. Sedangkan “P”, sepintas
tampak seperti anak-anak pada umumnya yang tidak memiliki gangguan, dulu ia
pernah bersekolah di sekolah umum namun kemudian ia dipindahkan ke sekolah luar
biasa karena ia tidak mampu mengikuti pelajaran seperti teman-temannya di
sekolah umum. Ketika di SLB ia dapat menjawab soal-soal yang diberikan guru
tetapi ia seringkali susah untuk
memfokuskan dirinya sehingga tidak semua soal dapat dijawab dengan benar. “M”
juga mampu menyelesaikan soal-soal namun tidak semua jawabannya benar, ia masih
membutuhkan bantuan untuk menghitung dengan bantuan membuat lidi-lidian (turus)
seperti anak kelas I di sekolah umum. Sedangkan yang terakhir menyelesaikan
pekerjaannya adalah “O”. “O” memiliki gangguan dalam penglihatan, ia dapat
menyelesaikan soal tetapi tidak semua dijawabnya dengan benar. Ia juga pernah
bersekolah di sekolah umum, ia pandai membaca namun tidak bisa mengulangi lagi
dan tidak bisa memahami apa yang telah ia baca.
Pada
pembelajaran tersebut “S” mendapatkan nilai 100, “P” mendapatkan nilai 85,
“M”mendapatkan nilai 80 dan “O” mendapatkan nilai 80. Menurut guru kelas tersebut bahwa
diantara keempat siswa tersebut yang diindikasi mengalami gangguan diskalkulia
adalah “O”. “O” mengalami kesulitan dalam proses visual sehingga menyebabkan ia
sulit menerima konsep matematika. Ia juga seringkali terbalik ketika menuliskan
angka, misal seharusnya ia menulis angka 12 tetapi ia justru menuliskan 21. Namun
guru membimbing “O” sedikit demi sedikit misalnya mengajari menghitung dengan
menggunakan benda-benda nyata seperti lidi dan bola-bola dari was/malam. Dengan
menggunakan benda-benda seperti itu siswa mempunyai gambaran tentang angka yang
diajarkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa
ahli menyimpulkan bahwa diskalkulia merupakan gangguan struktural yang
mengakibatkan anak mengalami kesulitan belajar matematika.
Karakteristik Anak
Berkesulitan Belajar Matematika (Diskalkulia).
Menurut Lerner (1981 : 357) ada beberapa
karakteristik anak berkebutuhan belajar matematika, yaitu (1) adanya gangguan
dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi visual, (3) asosiasi
visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami simbol, (6)
gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) Performance IQ jauh lebih rendah
daripada skor Verbal IQ.
Diskalkulia
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain konsumsi alkohol saat kehamilan,
faktor lingkungan, kelemahan proses pengamatan, serta adanya amasalah dalam
aspek penyusunan.
Adapun
pendampingan yang dapat kita lakukan antara lain : melatih anak secara
bertahap, membantu anak memahami soal cerita, melatih anak untuk mengerti dan
menguasai konsep nilai pada uan, dilatih untuk mengurutkan, melatih
korespondensi, mengaitkan matematika dengan konsep sehari-hari, serta
memperbanyak contoh-contoh konkret. Kita juga perlu untuk memberikan pujian
terhadap setia kemajuan yang dapat dilakukan anak agar anak merasa kerja
kerasnya dihargai.
Daftar Pustaka
Abdurrahman,
Dr.Mulyono.2009.Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar.Jakarta:PT.Rineka Cipta
Muhammad, Jamila K.A.2007.Special Education For Special,terj.Edy
Sembodo.Bandung:Mizan Media Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar