MAKALAH
“DISLEKSIA DAN DISGRAFIA”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus
Dosen Pengampu : Brigitta Erlita Tri Anggadewi
M.Psi.

Disusun
Oleh :
1.
Yohana Rina Kurniasari (131134015)
2.
Yunita Cahyarini (131134165)
3.
L. Desy Nakaryaswari (131134222)
4.
Nurmitasari (131134235)
4A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
anak memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan dan dalam memperoleh
pengetahuan. Setiap anak berhak untuk menjadi pintar, tidak peduli apakah anak
tersebut mengalami gangguan atau tidak. Dewasa ini banyak gangguan yang dialami
oleh anak-anak, antara lain adalah disleksia dan disgrafia. Disleksia adalah
kondisi ketika perbedaan kerja otak yang membuat seorang individu dengan
disleksia memproses informasi yang ditrerima dari otak dengan cara yang
berbeda. Sedangkan, disgrafia adalah gangguan menulis.
Sebagai
guru, tujuan utama kita adalah memastikan, anak yang mengalami gangguan
disgrafia dan disleksia tidak dirugikan dalam lingkungan belajarnya, bila
dibandingkan dengan teman sebayanya, akibat kekurangannya tersebut. Guna
mendorong kepercayaan dirinya, penting untuk mempertimbangkan berbagai prosedur
pengajaran menulis dan membaca yang bervariasi. Harus diingat bahwa anak
disleksia dan disgrafia sangatlah unik, sehingga satu pendekatan bisa saja
hanya berlaku bagi satu anak, bukan pendekatan ‘satu untuk semua’ dan
pendekatan mengajar yang berbeda mungkin dibutuhkan anak dengan gangguan
disleksia dan disgrafia.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dari disleksia dan disgrafia?
2. Apa
karakteristik disleksia dan disgrafia?
3. Apa
saja tipe dari disleksia?
4. Apa
faktor penyebab disleksia dan disgrafia?
5. Bagaimana
pendampingan untuk anak disleksia dan disgrafia?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi dari disleksia dan disgrafia.
2. Untuk
mengetahui karakteristik disleksia dan disgrafia.
3. Untuk
mengetahui tipe disleksia dan disgrafia.
4. Untuk
mengetahui faktor penyebab disleksia.
5. Untuk
mengetahui pendampingan anak disleksia dan disgrafia.
BAB
II
PEMBAHASAN
DISLEKSIA
A. DEFINISI DISLEKSIA
Istilah disleksia berasal dari bahasa
Yunani yang secara harafiah berarti kesulitan dengan (dys) kata-kata (lexis).
Disleksia merupakan salah satu disabilitas, dan tidaklah mengejutkan jika hal
itu dianggap sebagai sesuatu yang kontoversial. Karena secara alami cara
seseorang memperoleh kemampuan aksara sangatlah kompleks. Ada banyak alasan mengapa
seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, atau mengeja. Namun, tidak
semua individu tersebut tergolong ‘disleksia’.
Disleksia adalah kondisi ketika
perbedaan kerja otak yang membuat seorang individu dengan disleksia memproses
informasi yang diterima dari otak dengan cara yang berbeda. Akibatnya, orang
dengan disleksia mengalami kesulitan memproses informasi. Perbedaan tersebut
membuat dirinya harus berusaha lebih keras dalam mengerjakan tugas seperti
membaca dan menulis, yang mengakibatkan disabilitas pada area tersebut. Maka
dengan kata lain, disleksia merupakan gangguan membaca dan mengeja. Anak-anak
yang tidak mengalami disleksia mengembangkan bahasa ketika mereka mengembangkan
kemampuan kognitif lainnya, dengan secara aktif mencoba mengerti apa yang
mereka dengar, melihat pola-pola, dan membuat aturan untuk menyatukan
potongan-potongan bahasa yang rumit. Namun, hal ini tidak berlaku pada anak
disleksia. Gangguan disleksia tidak akan berdiri sendiri, karena adanya
disleksia juga akan memengaruhi keterampilan lainnya, seperti gangguang menulis
(disgrafia), dan gangguan berhitung (diskalkulia).
B.
KARAKTERISTIK ATAU CIRI-CIRI DISLEKSIA
Hal
yang paling umum mengenai karakteristik disleksia pada seorang anak adalah
memiliki masalah dalam perkermbangan fonologi, proses visual, kerja memori, dan
kecepatan memproses informasi.
a.
Perilaku
·
Melamun atau
tenggelam dalam dunianya sendiri, mudah lupa, terutama untuk hal-hal yang baru
terjadi, tetapi memiliki ingatan yang baik untuk hal-hal yang sudah lama
berselang.
·
Sulit menghadap
lebih dar satu instruksi pada saat yang bersamaan
·
Suasana hati
yang ekstrem, kurang ketenangan
·
Bisa menjdai
sangat keras kepala
·
Tidak suka
perubahan
·
Suka meluapkan
kemarahan
·
Mudah teralihkan
perhatiannya
·
Sensitif terhadap
keributan
·
Tampak tidak
mendengarkan apa yang dikatakan orang lain
·
Kemungkinan
memiliki masalah dengan kemampuan berbicara
·
Kurangnya
koordinasi, sering menjatuhkan benda-benda dan mengetuk benda berulang-ulang
·
Kemungkinan
memiliki alergi
·
Kemungkinan memiliki
penyakit yang berhubungan dengan stress
·
Kemungkinan
terlihat sangat berbeda saat di sekolah dasar dibandingkan di tingkat
pendidikan seblumnya
b.
Membaca
·
Tidak menguasai
kemampuan membaca atau snagat terlambat menguasainya
·
Bila membaca
untuk diri sendiri keras-keras, tetapi membuat banyak kesalahan
·
Bisa membaca
cerita, tetapi kesulitan dengan pertanyaan ujian dan segala sesuatu yang berbau
teknis
·
Bisa membaca
dengan sempurna, tetapi tidak memahhami apa yang dibaca
·
Harus membaca
ulang beberapa kali untuk mengerti apa yang dibaca
·
Kebingungan
·
Tidak suka
membaca dan mencoba menghindari aktivitas membaca. Biasanaya kemampuan membaca
diawali dengan cukup baik, tetapi semakin lama semakin menurun
·
Terbolak-balik
membaca suku kata atau kata
·
Meniadakan,
salah membaca, atau mengganti kata-kata penghubung seperti “di” dan “pada”
·
Bisa membaca
satu kata dengan baik pada satu halaman, tetapi salah membaca kata yang sama
pada halaman yang berbeda
c.
Tulisan tangan
·
Tulisan tangan
mungkin tidak terbaca
·
Tulisan tangan
hanya ditulis pelan-pelan dan tedapat bekas tekanan pada halaman buku (menulis
dengan menekan bolpoin atau pensil)
·
Sulit merangkai
huruf-huuf
·
Jarak anatakata
huruf-huruf
·
Jarak antarkata
tidak beraturan
·
Haruf-huruf
ditulis secara tidak biasa untuk menyamarkan masalah ejaan
·
Proses menulis
membuat stress dan terasa melelahkan
d.
Mengeja
·
Kata-kata dieja
seperti bunyinya
·
Pengejaan yang
aneh sehingga menghailkan kata-kata yang tidak jelas
·
Ada bagian kata
yang diulang, contohnya ”kemamampuan” untuk kata kemampuan
·
Ada bagian kata
yang terboolak-balik, contohnya” lagu” untuk kata “gula”
·
Kesalahan pada
kata-kata yang pendek, contohnya “wang” untuk kata “uang”
·
Dapat mengeja
kata yag dihafalkan untuk ujian, tetapi tidak bisa menuliska kata-kata tersebut
e.
Komposisi menulis
·
Penulisan tidak
teratur dan merasa kebingungan selama proses menulis
·
Sulit memulai
·
Kalimat-kalimat
terangkai dengan kacau
·
Bisa memahami
apa yang ingin ditulis secara keseluruhan, tetapi sulit
menyampaikannnya secara beuurutan
·
Pikiran terlalu
cepat dibangdingkan dengan kemampuan menulis
·
Kata-kata pendek
terlewatkan atau salah digunakan
·
Sering mencoret
·
Tidak bisa
melihat kesalahan
·
Merasa menulis
adalah sesuatu yang membuat fustrasi dan sering kali
menghindarinya jika memungkinkan
·
Merasa menulis
adalah proses yang lamban. Kalupun tidak putus asa di awal, tulisan
sering kali diulang
f.
Tanda
baca
· Tanda
baca tidak digunakan sama sekali
· Beberapa
tanda baca digunakan, tetapi tidak dipahami artinya
· Tidak
mengerti kapan tanda baca harus digunakan meskipun sudah diberi tahu sebelumnya
g.
Matematika
· Mungkin
sangat pintar matematika
· Mungkin
merasa matematika sulit
· Tidak
memahami apa yang ditanya dalam soal matematika
· Tidak
bisa mengikuti langkah pengerjaan, contohnya perkalian panjang
· Kesulitan
memahami petunjuk, contohnya tidak memahami bahwa penjumlahan, pembagian, atau
perkalian harus dimulai dari kanan ke kiri
· Merasa
kebingungan dengan simbol-simbol matematika
· Kesulitan
mempelajari table perkalian
-mengalami masalah
dengan penempatan nilai (ratusan, puluhan, dan satuan)
· Membolak
balik angka.
· Membuat
banyak kesalahan kecil.
· Mengalami
kesulitan melengkapi penjumlahan yang hasilnya sudah diketahui, contohnya 2 + …
= 3
· Dapat
menemukan jawaban tapi tidak bias menunjukan bagaimana langkah kerja untuk
mendapatkan jawaban tersebut.
h.
Bakat
· Sering
kali memiliki keterampilan interpersonal yang luar biasa.
· Bia
jadi ahli dalam memecahkan masalah.
· Dapat
berpikir secara 3 dimensi, yang memungkinkan berkembangnya bakat di bidang desain,
komputerisasi, dan seni peran.
· Bisa
jadi ahli di bidang olahraga.
· Bisa
jadi ahli di bidang seni, terutama seni 3 dimensi.
· Sering
kali sangat intuitif.
· Memiliki
keingintahuan yang tinggi tentang carabkerja sesuatu.
· Sangat
memperhatikan lingkungan dan memperhatikan detail.
· Berpikir
secara harfiah.
· Berpikir
secara menyeluruh.
· Biasanya
sangat pandai bermain lego saat masih kanak-kanak.
C.
TIPE
DISLEKSIA
Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia
(bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexsia (didapat karena gangguan atau
perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita
sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi
tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca).
Beberapa tanda-tanda awal disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi
tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi
huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna
instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita
disleksia dapat mengalami kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan
membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam
menerima.
D.
FAKTOR PENYEBAB
DISLEKSIA
Penyebab
disleksia hingga kini masih belum dapat dipahami dengan baik, karena itu juga
para neurolog kesulitan untuk menegakkan definisi yang didasarkan pada gangguan
fungsi neurologis. Sehingga definisi yang diletakkan adalah bahwa seorang anak
dapat dikatakan menyandang disleksia jika terdapat perbedaan yang signifikan
antara prestasi yang diperoleh dan kapasitas yang dimiliki. Jika hanya melihat
definisi ini saja, maka kita juga akan terjebak pada anak-anak yang mengalami
prestasi rendah. Untuk mengatasinya, maka para neurolog juga sudah meletakkan
batasan, bahwa disleksia hanya bisa terjadi andaikan anak-anak tersebut juga
mengalami gangguan neurologis yang dapat menyebabkan gangguan pada satu atau
lebih area inteligensia, namun keadaan disleksia ini juga hanya dikenakan pada
anak-anak dengan inteligensia normal sampai tinggi. Pada anak yang mempunyai
inteligensia rendah tidak disebut anak yang mengalami learning disabilities, tetapi anak yang mengalami multihandycap.
Beberapa hal gangguan fungsi neurologis
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi inteligensia pada dasarnya dilakukan
pengamatan pada gejala-gejala yang ditimbulkannya, menurut Aldenkamp dkk, dapat
dibagi menjadi:
-
Gangguan pada tempo urutan unit bahasa,
yaitu gangguan pada pencandraan dan mengingat urutan huruf, suku kata, dan
bunyian;
-
Gangguan pada diskriminasi auditif,
yaitu pada membedakan bunyian;
-
Gangguan pada seleksi pencandraan/
seleksi perhatian, yaitu membedakan mana latar belakang dan mana yang menjadi
figur utama;
-
Gangguan pada visuo-spatial oraganisasi,
misalnya kiri kanan, orientasi ruang;
-
Gangguan pada pengenalan melalui
pancaindra taktil, yaitu pengenalan figur melalui perabaan.
E.
PENDAMPINGAN
DISLEKSIA
Mengidentifikasi
dan Menilai Disleksia Di Kelas
Sebagai guru, sangatlah penting memastikan para peserta
didik tidak memiliki disleksia. Untuk itu, guru perlu melakukan identifikasi
dan penilaian. Sebab, dengan melakuakn pengamatan para praktisi dapat
megumpulkan bukti-bukti yang berhubungan dengan maalah keulitan membaca,
menulis, atau mengeja agar bisa mendapatkan saran dan bimbingan dari Koordinatr
ABK.
Di
dalam pedoman ABK, dijelaskan bahwa anak yang menunjukkan kesulitan belajar
khusus, seperti disleksia membutuhkan program khusus utuk membantu perkembangan
kognitif dan pembelajaran. Guru harus menjalin hubungan yang dekat dengan
peserta didik dan peduli terhadap kemampuan membaca, menulis, mengeja, serta
senantiasa mengumpulkan bukti-bukti untuk menganalisis gangguan belajar para
siswa. Pemberian kesempatan belajar tambahan perlu dilaksanakan untuk memajukan
kemampuan belajar siswa. Apabila tidak banyak hal yang dapat dikatakan berhasil
melalui tambahan belajar tersebut, guru dapat membuat rencana kegiatan belajar
dengan melibatkan peralatan spesialis serta dukungan yang akan diberikan kepada
siswa untuk memupuk kebutuhannya. Guru juga dapat mengambil keputusan bersama
orang tua murid untuk menentukan apakah siswa tertentu membutuhkan spesialis
dari luar untuk mengukur kemajuan anak.
Oleh karena itu, menurut Gavin Reid, penilaian disleksia
hendaknya mempertimbangkan tiga aspek berikut ini:
1.
Kesulitan
Sangat jelas bahwa anak
disleksia cenderung memiliki kesulitan dalam menyusun dan menguraikan tulisan.
Kelsulitan ini mungkin terjadi akibat gangguan-gangguan dalam:
a.
memperoleh
pengetahuan fonologi
b.
memori
c.
mengorganisasi dan
mengurutkan
d.
pergerakan dan
koordinasi
e.
masalah bahasa
2.
Ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian akan
terungkap saat anak membaca/ mendengarkan untuk memperoleh informasi dan saat
mempelaari bebagai bidang ilmu dalam kurikulum yang berlaku. Ketidaksesuaian
tersebut terlihat antara kemampuan oral dan tertulis anak.
3.
Perbedaan
Harus diingat bahwa
tidak semua anak disleksia memiliki malaah yang sama. Dengan pemahaman ini,
proses identifikasi harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
a.
gaya belajar
b.
lingungan ag
dipilih utnuk belajar
c.
strategi belajar
Pendampingan Untuk Anak Disleksia
Pendampingan
untuk anak disleksia bisa dilihat dari beberapa sisi, antara lain :
1. Manajemen
kelas
Kesadaran akan metode
pengajaran dan pendekatan praktis yang spesifik untuk anak-anak disleksia
penting untuk dimiliki guru kelas. Berikut adalah beberapa cara pendampingan
untuk menjalankan kelas yang inklusif dan efektif, yaitu :
a. Saat
memberikan instruksi pada anak disleksia, berikan hanya satu instruksi pada
satu waktu agar anak dapat memproses informasi secara eektif.
b. Manfaatkanlah
teknologi informasi dengan menggunakan perangkat lunak pengenal suara.
c. Berikan
tambahan waktu kepada anak disleksia untuk menyelesaikan tugas membaca/menulis
jika diperlukan.
d. Saat
mengajar, gunakan pendekatan visual dan kinestetik untuk memfasilitasi proses
belajar anak.
e. Berkomunikasi
dengan coordinator ABK dan asisten pengajar secara berkala untuk memastikan
pendekatan yang konsisten diberikan kepada anak disleksia.
f. Hindari
munculnya pengalih perhatian di kelas karena anak disleksia sulit
berkonsentrasi di kelas.
2.
Tips top untuk guru
Selain
memiliki kesulitan mengingat lebih dari satu instruksi pada satu waktu, anak
disleksia juga kesulitan mempertahankan lebih dari satu ingatan dalam
memorinya. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajar anak disleksia, antara
lain :
a. Saat
merencanakan tugas, bagi tugas menjadi beberapa bagian yang lebih sederhana.
b. Pastikan
bahwa tugas terstruktur dan tersusun jelas untuk membantu pengaturan belajar.
c. Buatlah
daftar mengenai apa yang diharapkan dari anak disleksia di awal dan di akhir
tugas.
3.
Merencanakan pembelajaran
Daftar
berikut dapat digunakan ketika akan membuat lembar kerja :
a. Apakah
ukuran huruf sudah cukup besar?
b. Apakah
ada terlalu banyak huruf dalam satu halaman?
c. Apakah
alat bantu visual dapat digunakan kapan pun dibutuhkan?
d. Apakah
semua kalimat yang tertera didukung dengan gambaran visual?
4.
Membaca dan memahami makna
Saat
membantu anak disleksia membaca, hal-hal yang perlu ditanyakan pada diri mereka
setelah sesi membaca :
a. Apa
yang bisa saya ingat dari buku ini?
b. Bagian
mana yang paling saya suka dari buku ini?
c. Siapa
karakter utama pada buku ini?
d. Topik
penting apa yang terdapat dalam buku ini?
e. Pertanyaan
apa yang ingin saya ajukan tentang buku ini?
PEMBAHASAN
DISGRAFIA
A. DEFINISI DISGRAFIA
Disgrafia merupakan gangguan menulis.
Masalah dalam pelajaran menulis sebenarnya tidak termasuk dalam kelompok
masalah kognitif dalam belajar sebagaimana dalam masalah gangguan belajar
membaca bahasa dan berhitung. Dalam hal teknik menulis lebih banyak masalahnya
disebabkan karena adanya gangguan fisiologis terutama pada gangguan
sensorimotorik.
B.
KARAKTERISTIK
DAN CIRI-CIRI DISGRAFIA
Karakteristik
atau ciri-ciri disgrafia
·
Tidak konsisten dalam membuat bentuk
huruf.
·
Penggunaan huruf besar dan huruf kecil
masih tercampur.
·
Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya
tidak proporsional.
·
Kesulitan dalam mengomunikasikan satu
ide, pangetahuan, atau pemahamannya dalam bentuk tulisan.
·
Sulit memegang pensil dengan mantap.
Biasanya posisi tangan hampir menempel dengan kertas.
·
Berbicara kepada diri sendiri ketika
sedang menulis atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk
menulis
·
Cara menulis tidak konsisten dan tidak
mengikuti alur.
C.
PENYEBAB
DISGRAFIA
Gangguan menulis kebanyakan disebabkan
karena gangguan motorik halus pada lengan, sendi tangan, dan jari-jari, juga
gangguan pada pencandraan secara visual. Jika gangguannya terdapat di keduanya,
maka gangguan itu menjadi gangguan pada koordinasi mata-tangan. Padahal
koordinasi mata-tangan ini merupakan hal yang sangat esensial. Mata haruslah
mengatur tangan untuk bekerja, menunjukkan jalan, sehinggan terjadilah kegiatan
menulis dengan bentuk tertentu dan besar tertentu. Pada umumnya, anak-anak di
masa prasekolah telah melakukan coret-coret dan menggambar. Pada fase ini
perkembangan motorik belum berkembang betul untuk kegiatan dengan motorik
halusnya seperti halnya pada kegiatan menulis.
D.
PENDAMPINGAN
DISGRAFIA
Kategori
Keterampilan Menulis
Pada
kegiatan menulis ada beberapa keterampilan yang bisa dikategorikan:
1. Cara
menyanggah ibu jari. Telunjuk dan ibu jari dibutuhkan untuk menekan. Pena
terletak pada jari tengah, antara ibu jari dan telunjuk. Si anak harus belajar
merasakan bahwa ada tenaga antara ibu jari dan ujung jari-jari, dengan begitu
ia bisa mengendalikan pena.
2. Keluwesan
sendi dan gerakan lengan yang arah datangnya dari pundak yang memengaruhi gerak
selanjutnya. Sementara itu jika tangan tidak ikut bergerak, maka gerakan
menulis juga terganggu.
3. Kontinuitas
menulis. Pada anak-anak dengan gangguan koordinasi kontinuitas menulis ini sangat sulit dicapai.
Karena ia mengalami gerak yang sangat cepat antara membaca dan menuliskannya
kembali di kertas. Ia juga mengalami gangguan kecepatan menulis karena
kesulitan dalam kontinuitas menulis. Keteraturan dan ritme menulis juga
terganggu.
4. Kekuatan
tangan mana yang tak jelas. Setiap anak mempunyai perkembangan motorik
masing-masing. Pada umumnya pada fase awal perkembangan seorang anak
menunjukkan perkembangan kekuatan tangan yang sama antara kiri dan kanan. Jika
pada usia enam atau tujuh tahun terjadi perkembangan yang tidak normal maka
gerakan motorik akan sulit. Ia akan tidak mengerti tangan mana yang harus
memegang pena. Ia juga tidak mengerti harus menulis dari kiri atau kanan.
Begitu juga arah dari huruf-huruf atau angka-angka, misalnya angka 6 atau 9,
huruf b atau d.
5. Menulis
dengan tangan kiri. Kebanyakan metode menulis adalah mengguanakan metode tangan
kanan. Tapi sekarang orang mulai memperhitungkan juga anak-anak yang menulis
dengan tangan kiri. Pena juga ada yang didesain untuk anak yang menulis dengan
tangan kiri. Kadang ada juda anak yang menggunakan tangan kiri dan juga
sekaligus tangan kanan. Kondisi ini disebut ambidextrisitas.
Pendampingan
Untuk Anak Disgrafia
1.
Pahami keadaan
anak
Upayakan untuk tidak membandingkan anak yang
mengalami gangguan ini dengan anak lain yang normal. Membanding-bandingkannya
hanya akan membuat anak merasa stres dan frustasi.
2.
Menyajikan
tulisan cetak
Berikan kesempatan kepada anak untuk belajar
menuangkan ide-idenya dengan menggunakan media komputer. Penggunaan komputer
memungkinakan anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar dia mengetahui
kesalahannya secara langsung.
3.
Bangun rasa
percaya diri anak
Berilah pujian pada saat yang tepat dan wajar pada
setiap usaha yang dilakukan anak. Selain itu, jangan sekali-kali menyepelekan
atau melecehkan hal-hal yang sedang dilakukan anak karena itu akan membuatnya
merasa rendah diri dan frustasi. Jika ini yang terjadi, akan terjadi
kontradiksi dengan upaya penanggulangan hambatannya dan ini akan sulit kembali
membangun rasa percaya diri anak.
4.
Latih anak terus
menulis
Upayakan setiap
peristwa menjadi saat-saat latihan bagi anak untuk menulis. Berikan tugas-tugas
yang menarik, seperti: menulis surat untuk teman, untuk orang tua, menulis
dalam selembar kartu pos, dan yang sejenisnya. Upaya-upaya ini akan
meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menunangkan
konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan nyata.
LAPORAN HASIL OBSERVASI
Kelompok
kami telah melakukan observasi dan wawancara di Sekolah Luar Biasa (SLB)
Yapenas Unit II Pringwulung, Sleman, Yogyakarta. Kami melakukan obseravasi dan
wawancara sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 21 Februari 2015 untuk mengadakan
wawancara kepada guru kelas, dan tanggal 26 Februari 2015 untuk mengadakan observasi
kepada anak yang mengalami gangguan disleksia dan disgrafia. Observasi kami
pada anak yang mengalami gangguan disleksia dan disgrafia yaitu dengan melihat
perilaku anak tersebut dalam bersosialisasi dengan teman-temannya dan meminta
anak tersebut untuk menuliskan abjad dari A – Z, yang sebelumnya kami telah
meminta izin dengan guru kelas mereka. Kami meminta 3 anak yang terdiri dari 2
anak perempuan dan 1 anak laki-laki untuk menulisakan huruf A – Z.
Hari pertama kami mewawancarai guru kelas, beliau
mengatakan bahwa kesulitan anak disleksia dan disgrafia yaitu kesulitan untuk
berbicara terutama ketika membaca dan kesulitan mengenal dan membedakan huruf,
seperti huruf b, d, dan p. Kami juga bertanya kepada narasumber kami tentang
bagaimana pengajaran di kelas keadaan anak disleksia disgrafia. Beliau
mengatakan bahwa setiap anak itu mempunyai watak dan kemampuan yang berbeda,
jadi proses kegiatan belajar mengajar di kelas dilakukan secara individual.
Guru membutuhkan media yang menarik yang menuntut kekreativitasan guru. Mereka
disuguhi dengan berbagai huruf-huruf yang menarik atau kartu huruf dengan
gambar, tujuannya agar perhatian anak tetap tidak mudah teralihkan, karena anak
disleksia dan disgrafia itu sendiri perhatiannya mudah teralihkan, konsentrasi
tidak memusat dan sangat sensitif dengan keributan.
Selain
itu juga anak disleksia disgrafia mudah lupa, jadi dibutuhkan kesabaran yang
ekstra dalam mengajari anak disleksia disgrafia. Tetapi keunikan anak disleksia
disgrafia mudah memaafkan karena mudah lupa pada apa yang dilakukan temannya.
Anak-anak di SLB ini tidak mengenal sistem tinggal kelas, jadi mereka selalu
naik kelas, dan kesulitan guru ketika mengajari anak disleksia disgrafia
setelah liburan sekolah yaitu hampir semua materi pembelajaran yang diajarkan
di kelas sebelumnya sudah tidak ada yang diingat oleh anak tersebut. Narasumber
kami mengatakan bahwa konsentrasi anak disleksia disgrafia paling lama 2 jam,
jadi setelah 2 jam itu anak-anak sudah bosan dan biasanya guru mengisi kegiatan
belajar mengajar dengan menggambar dan menyanyi atau bermain.
Kami
juga melakukan observasi perilaku anak disleksia dan disgrafia ketika mereka
sedang makan bersama. Secara fisik, anak disleksia dan disgrafia tidak memiliki
perbedaan dengan anak normal pada umunya, hanya saja anak-anak disleksia lebih
pendiam dan menyendiri. Ketika kelas sudah masuk, kami meminta anak tersebut
untuk menuliskan huruf A – Z dengan bantuan kami menyuarakan huruf tersebut dan
anak menulisnya. Ketika sampai pada huruf d, m, dan n anak merasa kebingungan
menuliskan, maka kami meminta anak itu untuk menuliskan sebisanya. Apa yang
dikatakan oleh narasumber kami itu benar bahwa anak disleksia disgrafia sangat
sulit untuk mengenal dan membedakan huruf-huruf yang hampir sama. Ada juga
salah satu anak yang kami minta untuk membaca m-a-t-a namun anak tersebut
membacanya meba.
Lampiran Hasil Observasi
a.
Lembar kerja
siswa disleksia b. Lembar kerja siswa disleksia dan disgrafia
I dan disgrafia II


c.Lembar kerja siswa disleksia d. Media Pembelajaran
dan
disgrafia III
![]() |
![]() |
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Disleksia adalah kondisi ketika
perbedaan kerja otak yang membuat seorang individu dengan disleksia memproses
informasi yang ditrerima dari otak dengan cara yang berbeda. Dislesia
disebabkan oleh gangguan fungsi neurologis. Sedangkan, disgrafia adalah
gangguan menulis yang biasanya diebabkan karena gangguan motoik halus pada
lengan, sendi tangan dan jari-jari, juga gangguan pada pencandraan secara
visual.
Anak
yang mengalami disleksia memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang
tidak mengalami gangguan dislkesia, antara lain dalam hal perilaku, membaca,
tulisan tangan, mengeja, komposisi menulis, tanda baca, matematika, dan bakat. Sementara
untuk anak yang mengalami gangguan disgrafia memilik karakteristik yang
meliputi tidak konsisten dalam membuat bentuk huruf, penggunaan huruf besar dan
huruf kecil masih tercampur, dll. Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexsia dan acquired dyslexsia.
Pendampingan
untuk anak disleksia adalah dengan cara Manajemen kelas, tips top untuk guru, merencanakan pembelajaran, membaca
dan memahami makna. Pendampingan untuk anak disgrafia adalah dengan memahami
keadaan anak, menyajikan
tulisan cetak, membangun
rasa percaya diri anak,
dan melatih
anak terus menulis.
DAFTAR PUSTAKA
Monks, F.J dan A.M.P Knoers.Psikologi Perkembangan. 2006.
Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Thompson, Jenny. 2012. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta:
Erlanga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar